Senin, 12 Januari 2015

Aku Cemburu Pada Kekasihmu. (Part 5)



Ketika cinta, membutakan mata 

.......

''Aku udah bilang sama Pak Dimas tentang perasaanku, Ra" Gita dengan riang memasuki kamar Rara.

''Yang bener kamu?" Rara terkaget.

"Kamu itu sudah  gila, Git." Dia begitu tidak menyangka Gita akan senekad itu.

"Lalu apa reaksi Dimas?" Rara penasaran.

"Pak Dimas tidak kaget, dia biasa saja. Mungkin juga dia mencintaiku." Binar matanya tak bisa berbohong, bahwa kini hatinya sedang berbunga.

Gita masih saja bercerita banyak lebar, Sementara lawan bicaranya sudah tidak fokus lagi mendengar setiap ucapan sahabatnya itu. Yang dipikirannya, Bagaimana kalau Gita begitu mencintai lelaki itu, yang sebentar lagi memiliki istri. Tak mungkin dia bahagia dengan kondisi seperti ini. Dimas sebentar lagi menikah. Tapi, masih saja Gita bermimpi. Rara lebih berpengalaman, dia tahu apa yang akan di rasakan jika kelak Dimas meninggalkannya. Rara pernah patah hati. Pernah hampir depresi, karena kekasihnya tiba-tiba memutuskan tanpa alasan yang masuk akal. Gita tak boleh merasakannya.


"Rara......"

''Iya...iya.." Rara terhenyak dari lamunan.

''Gita, ayolah lupakan saja kisah cintamu dengan Dimas. Dia akan menikah. Kamu tak bisa mengharapkannya" Rara kali ini membujuk.


Hening.......

Gita mengira Rara akan menyukai tindakannya. Bukankah selama ini sahabatnya itu paling mendukung dia memiliki pasangan.

'' Kamu itu kenapa sih, Ra. Kata kamu aku harus mulai menata masa depan. Memilih calon suami. Aku sudah mendapatkannya malah kamu kaya gini. Mengecewakan sekali" Gita keluar dari kamar itu dengan muka marah dan bersungut-sungut.

Rara menopang dagu, heran dan pengen tertawa. Lalu langkah kakinya menuju kamar sahabatnya.

''Gita, jangan marah dong, maksudku kan baik" Rara di balik pintu kamar Gita.

"Sudahlah Ra. Biarkan aku sendiri. Kamu tidak mendukung sama sekali." Suara di balik pintu itu.

 ***
Pertemuan rahasia

Cafe Pelangi 19.00

Seorang pelayan mengantar secangkir coffelatte bergambar hati di atasnya dan segelas juice jeruk segar.
Di ruangan lebar itu, tampak ramai pengunjung. Dimas dan Rara duduk di sudut ruangan. Sayup lagu Kejujuran hati milik Kerispatih mengalun pelan.

"Jadi apa yang ingin kamu rencanakan, Ra" percakapan itu di mulai Dimas.
Rara sudah mengenal Dimas, mereka sempat BBM-an untuk mengatur pertemuan ini

"Kapan pertunangan Pak Dimas di laksanakan?"

"Lusa. Gita tau itu"

"Emang gila ya tuh si anak satu"

Dimas terkekeh, tertawa kecil melihat kelakuan Rara yang ceplas ceplos.

''Mulai sekarang sedikit jaga jarak dengan Gita, Mas Dimas! sedikit menghindar saja. Untuk sementara waktu tak perlu kerja yang melibatkan hanya kalian berdua. Bicarakan mengenai pertunangan dan tampakkan Anda begitu mencintai kekasih."


"Memangnya harus?" Tanya Dimas sambil menyruput coffelatte kesukaanya.

"Harus!" Jawab Rara bersemangat.

 ''Saya hanya mencoba membuat sahabat saya tidak patah hati"

Dimas mengerti, gadis manis satu kantornya, tak mudah menyerah. Dan orang yang ada di depan lebih realistis dan paham apa yang sedang terjadi. Dimas mendengus, suara nafasnya terdengar lelah. Baru kali ini, urusan wanita membuatnya pusing.

''Mas Dimas, pusing ya? Saya juga Pak" Segelas juice jeruk di teguk wanita itu hingga menyisakan separo gelas.

"Menurut kamu, rencanamu bakalan berhasil?"

"Yups, Gita itu harus di provokasi Pak, saya tahu kelakuan asli gadis itu. Kalau Anda gak tegas, nanti dia terlalu kebawa perasaan"

Sedikit banyak Dimas mulai memahami karakter bawahannya itu. Dia gadis yang baik. Dan harus di tangani dengan baik supaya tidak terluka.

"Lagian, kenapa sih Gita sukanya sama Mas Dimas yang udah mau punya bini"

"Mungkin saya paling tampan di kantor" Suara lelaki itu di iringi tawa terbahak-bahak.

Pertemuan rahasia itu akhirnya selesai pukul 21.00, Pengunjung masih ramai. Tapi Rara dan Dimas harus pulang. Sudah malam.

"Good luck ya, Pak" Lambaian Rara di parkiran cafe itu

Ibu jari Dimas dan senyuman lelaki itu menjawab kata-kata dari Rara.



(Bersambung...)




Senin, 05 Januari 2015

Lelah (Edisi curhat)




Jujur, terkadang aku lelah menapaki jalan hidup. Semua terasa membosankan dan menjemukan. Mungkin ini terjadi karena aku terlalu berkutat dengan dunia sendiri. Tidak membuka diri dalam kegiatan sosial yang memerlukan keikhlasan dan berbagi. Sungguh meletihkan mengejar apa itu ambisi.

Bahkan pernikahan yang bernilai ibadah, ketika salah mengartikan dan memposisikan, menjadi hal yang rumit dan menyedihkan. Barangkali aku kelelahan mengejar ambisi. Sampai aku tertatih menapaki jalan yang seharusnya indah.

Atau soal keuangan. ah....., harus jujur kalau aku tidak ahli menata keuangan. berapapun bisa habis kalau aku yang pegang. aku juga kurang disiplin dalam kegiatan sehari-hariku. mungkin inilah waktunya aku memperbaiki kualitas hidupku sendiri. semoga semuanya mudah dan lancar.

Sensitif.
ini adalah penyakitku. semoga waktu beriring membuatku lebih sabar, lebih tegar dalam menghadapi apapun. tidak mudah bersedih, tidak mudah menangis, tidak mudah tersinggung, tidak mudah buruk sangka.

Allah tolong bimbing  aku.......


Menjadi pribadi yang tangguh dan menjadi sosok yang lebih kuat. Aku ingin mendiri, tidak bergantung pada orang lain. Hanya Allah tempatku merundung sedih dan bersujud simpuh. Semoga Allah memudahkan aku untuk tekun beribadah, rajin mengerjakan sunah, dan tak jemu berkawan dengan Al-Quran. Semoga Allah menguatkan kala ujian-ujian itu hadir menghampiriku. Aku percaya Allah akan memberi yang terbaik untukku.

Minggu, 04 Januari 2015

Aku Cemburu Pada Kekasihmu (Part 4)



''Gita, tolong jadwal kita di Jogjakarta kamu atur ya. Kita akan  promosi majalah kita terbaru. Kamu dan Irvan akan ikut dalam acara promosi kita di Jogjakarta" Dimas menghampiri Gita di meja kerjanya.

"Siap Pak Bos" Jawab Gita bersemangat.

"Siip deh. Jangan lupa, cari penginapan di tengah kota saja, biasanya ada penyewaan mobil rental. Kegiatan di kota Jogja lebih enak menggunakan mobil rental saja, sekalian sopir yang tahu daerah sekitar, jadi tidak repot"

Giita mengangguk pertanda meng -iya kan.

Dimas pun berlalu meninggalkan ruangan dengan enam meja tersebut. Sementara Gita berbunga-bunga oleh kedatangan Dimas. Selama satu minggu bersama laki-laki yang di kagumi. Ah, pasti menyenangkan sekali.
Gita pun melanjutkan kerjanya di depan komputer, mengatur jadwal untuk kegiatan minggu depan.
Gita tak memungkiri kecemburuan pada kekasih Dimas jika sampai di kota pelajar itu, tapi mau bagaimana lagi, keadaan tak lagi dapat di ajak kompromi.

***

Hari ini team yang di ketuai Dimas mulai beraksi. Dengan menggunakan kereta api, mereka berangkat dengan semangat. Maklum......, tiga bulan sekali acara keluar kota di adakan. Irvan yang baru kali ini ikut tugas keluar kota tampak gembira. Se-sampainya di kota Jogjakarta mereka di jemput sebuah mobil mewah berwarna hitam. Di dalam mobil tampak wanita cantik mengemudi dengan anggun. Widya turun dari mobil dan menyapa mereka semua.
Cuaca cerah menyambut mereka, sinar mentari menghangatkan kulit.
Suasana hati Gita berubah drastis. Tidak seperti cuaca pagi ini yang cerah. Kecemburuan mampu menghilangkan senyum cerianya. Sungguh menyebalkan untuknya.

Di dalam mobil Widya ramah menyapa Gita. Duduk di kursi belakang, dua wanita cantik itu tampak kontras berbeda. Widya dengan keanggunan dan cara bicara yang halus, menjelaskan beberapa wisata di kota pelajar. Bahkan Widya dengan suka rela berbagi cerita bagaimana dulu dia dan Dimas bertemu. Ceritanya begitu renyah dan menyenangkan. Wajah Gita tetap tersenyum, meski di paksakan. Walaupun begitu, Gita tak pernah minder dengan apa yang di milikinya. Gayanya yang trendy dan modis membuatnya tampak lebih percaya diri. Kecerdasannya dan kegesitan dalam bekerja pun tak di ragukan lagi. Dengan hal-hal itu, dia yakin Dimas juga menyukainya. Hanya dia kalah start di banding Widya.

Kecemburuannya berapi-api. Tapi tak mungkin rasanya mengungkapkan apa yang dia rasakan. Gita sendiri tidak yakin, apakah dia mampu menyakiti wanita cantik di sebelahnya.

Tapi, bagaimana dengan perasaannya? siapa yang akan peduli??? Hanya dia sendiri yang peduli.

''Hari ini kita tidak ada acara Pak. Jadi hari ini kita jalan-jalan saja?" Gita membuka file pekerjaannya di laptop. Ini hari minggu, semua kantor tutup.

"Oke" Jawab Dimas cepat. Dia sedang menyetir, dari tadi dia tak banyak bicara.

"Asyik....." Irvan kegirangan. "Nanti kita ke pantai aja mbak Widya, sudah lama tak lihat laut." Imbuhnya sambil menoleh kebelakang.
Widya hanya mengangguk dan tersenyum saja.

Hari itu..... tidak ada kegiatan kerja.
Widya bergandeng tangan dengan Dimas di sepanjang pantai. Irvan mendekati bibir pantai dan bermain air. Dan Gita..., duduk di kursi kayu dengan payung besar di atasnya. Menikmati es kelapa muda. Malas kemana-mana.


***

Hari kerja mulai tiba. Dimas, Irvan dan Gita mulai promosi ke kantor pemasaran di Jogjakarta, semua berjalan lancar. Presentasi Gita di depan relasi kantornya begitu meyakinkan. Semua tampak senang dengan pemaparan yang di kemukakan Gita tentang majalah wanita yang sedang di promosikannya. Sesekali guyonan Gita mampu memecah ketegangan saat presentasi sedang berlangsung. Dimas tampak puas dengan kegiatan hari ini. Irvan pun begitu antusias menjelaskan produk di depan presentasi. Beberapa sample majalah di bagikan kepada peserta rapat.

Kegiatan sudah selesai, semua urusan di selesaikan di ruangan khusus.
Tiba-tiba...

''Pak Dimas....." Gita mendekati Dimas di ruang yang di khususkan untuk mereka. Seusai kegiatan siang itu.  Irvan, pergi sebentar untuk keperluan kegiatan siang itu.

"Iya...., kenapa, Git" Dimas menoleh padanya.

"Apa salah kalau aku suka sama Pak Dimas??" Gita berbicara sangat pelan. Sedang gejolak hatinya berdegub kencang tak karuan.

"Maksudnya" Laki-laki tak begitu paham apa yang di bicarakan Gita.

"Aku mencintaimu" Gita gemetar. Tak percaya dia sanggup mengatakan pada Dimas.

Deg!!!!!!!! Jantung Dimas seakan copot mendengar pernyataan itu. Dia tahu Gita itu cantik dan cerdas. Tapi..., ada Widya yang telah dulu di cintainya. Dimas lemas.

"Gita......, kamu tahu sudah ada Widya yang aku cintai. Kamu baik dan cantik. Kamu akan mendapatkan yang terbaik. Tapi, bukan aku orangnya." Dimas menjelaskan dengan sangat hati-hati. Takut menyakiti Gita.

Isakan itu lirih terdengar. Gita menangis.
Dalam suasana kerja, sungguh Dimas tidak suka ada urusan asmara di dalamnya. Kini, itu menimpa padanya.
Oh tidak.....
Dimas tampak kebingungan melihat Gita menangis.

"Gita....." Dimas mendekati Gita yang menjauh.

"Aku ngerti.  Tapi hatiku yang tidak mengerti" Gita bicara sambil terisak.

"Oke..oke." Kita bicarakan itu nanti ya. Dimas mengusap air mata Gita. Dia tahu, tindakan ini salah. Dia seakan memberi harapan pada gadis itu. Tapi setidaknya meredakannya sementara waktu.

"Maafin Gita ya" Dia memeluk Laki-laki jangkung itu.
Dimas mengusap kepala Gita.
Aduh aku salah lagi bersikap seperti ini. Bathin Dimas.

Semuanya biasa saja setelah kejadian itu, Irvan mampu menengahi gejolak hati Gita yang serba salah. Sepulang dari kantor pemasaran. Gita memutuskan pergi dengan Irvan saja. Mereka mengunjungi angkringan pinggir jalan. Gita sedikit lega telah mengatakan isi hatinya pada Dimas. Sedang Dimas, sudah di jemput kekasihnya. Gita dan Irvan sempat di tawari Widya untuk bergabung. Tetapi Gita menolak. Takut tidak bisa menjaga sikap, bagaimana pun, Gita menghargai Widya. Widya gadis yang baik.

Rangkaian pekerjaan akhir minggu selesai, dengan hati yang sama-sama serba salah. Dimas dan Gita mampu menjalankan tugas mereka. Dimas sekarang  depresi. Setelah di Jakarta..., mampukah Dimas menyelesaikan omong kosong ini. Mampukah dia membuat Gita mengerti.
Entahlah.........

(Bersambung......)